Pemerintah pusat diminta segera mengatasi persoalan pencemaran limbah minyak hitam atau Sludge Oil di perairan desa Berakit, Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan. Pasalnya, perairan desa Berakit kerap menjadi korban pembuangan limbah setiap tahunnya dari kapal-kapal besar yang melintas di perairan lintas negara tersebut.
"Tahun 2017, ini yang paling parah karena sudah terjadi sejak awal Februari sampai sekarang masih ada limbah minyak yang menempel di bebatuan maupun benda lainnya di pinggiran pantai," tegas warga Berakit, Arul, kepada RRI, Senin (10/4/2017) pagi.
Menurutnya, dampak dari limbah tersebut merusak kapal dan alat tangkap nelayan, diantaranya, pancing, jaring dan bubu nelayan. Termasuk juga terumbu karang yang mengalami kerusakan. Padahal pemerintah sudah melakukan program penyelamatan terumbu karang, namun, mengantisipasi terumbu karang tidak dilakukan.
Lebih lanjut dikatakannya, diduga aktifitas pembuangan limbah tersebut diakukan oleh kapal-kapal besar yang melintas di wilayah perairan perbatasan Internasional, antara lain, Indonesia, Singapura dan Malaysia. Pembuangan limbah dilakukan di waktu malam hari atau di saat sedang terjadi musim gelombang tinggi, Angin Utara.
"Sepertinya mereka melalukan pembuangan limbah di waktu malam. Bisa jadi saat musim angin utara, karena gelombang tinggi. Jadi kesempatan mereka untuk menghindari tim patroli laut," katanya.
Kepala Desa Berakit, Muhamad Adnan, sangat menyayangkan Berakit menjadi tempat pembuangan limbah. Sehingga merusak pantai yang menjadi kawasan objek wisata. Padahal, Ia sudah melaporkan ke pemerintah pusat dan TNI Angkatan Laut serta Pemerintah Daerah untuk mengatasi persoalan kiriman limbah minyak hitam tersebut.
"Kami sudah laporkan ke pemerintah pusat. Tapi sampi saat ini tidak ada yang turun dan meninjau langsung limbah minyak hitam di Berakit. Sudah beberapa kali, terakhir tahun lalu kami kirim lagi. Ya, begini-begini saja, taka ada upaya dari pemerintah. Kami warga Berakit-lah jadi korban," keluhnya. (rri)